Dewasa ini pemberitaan di Indonesia selalu dipenuhi
dengan kasus korupsi para pejabat negara, seolah korupsi telah mendarah daging
sehingga sulit untuk diberantas. Korupsi merupakan perbuatan penyalahgunaan
kekuasaan oleh orang-orang yang berkuasa atau para pejabat negara yang memiliki
kewenangan dimana ia menyalahgunakan kewenangan tersebut. akibat dari perbuatan
korupsi ini adalah berdampak bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah mengapa
korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena yang melakukan kejahatan korupsi
adalah segolongan orang-orang tertentu tetapi dampaknya besar dan merugikan
orang banyak.
Pokok permasalah dari
korupsi adalah bagaimana pola pikir masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan
ekonomi dilatarbelakangi budaya materi dengan menumpuk kekayaan atau secukupnya
sesuai kebutuhan dan bila berlebih akan disalurkan bagi yang membutuhkan
sebagaimana ajaran agama dan etika moral.
Penegak hukum di negara ini tidak
berlaku kalaupun berlaku hanya pada sebagian orang yang berkuasa atau beruang.
Bagi pejabat yang korupsi seakan tidak diproses dan hanya sebagai berita yang
selalu di tayangkan diberbagai media tetapi tidak ada penanganan secara hukum.
Penegak hukum terkesan takut dan justru melindungi para pejabat yang melakukan
korupsi.
1.
Teori
Efektivitas Hukum Soerjono Soekanto
Berdasarkan
teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto, efektif atau
tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor.Pertama; faktor
hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua; faktor penegak hukum, yakni
pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga;faktor sarana
atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor
masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.Kelima; faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta,
dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Jika
undang-undang sudah dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka dari segi
penegak hukum, harus menjalankan atau menerapkan hukum secara adil, karena jika
berbicara tentang kepastian hukum, kepastian hukum ini sifatnya konkret berwujud
nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim
memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya
nilai keadilan itu tidak tercapai.
2.
Korupsi
dalam Pandangan Soerjono Soekanto
Hukum
dalam penanganan kasus korupsi sudah jelas di tentukan dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Ini merupakan factor
pertama yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yaitu adanya penegak hukum itu
sendiri, yaitu dengan adanya Undang-undang.
Pejabat yang sering menggunakan kekuasaanya sebagai media
untuk memperoleh kekayaan yang bukan haknya. Uang rakyat yang seharusnya
disalurkan guna kepentingan masyarakat justru digunakan untuk memperkaya diri
sendiri atau teman serta keluarganya. Penegak hukum terkesan takut dan justru
melindungi para pejabat yang melakukan korupsi. Seperti halnya Gayus Tambunan
pasti banyak yang tahu akan kasusnya, dia telah terbukti melakukan korupsi
tetapi masih bebas di luar sana bahkan masih bisa menikmati uang hasil korupsi
untuk berlibur. Seakan tidak ada tindakan tegas dari KPK maupun Penegak hukum
lainnya.
Selain itu
masih banyak koruptor yang ditahan dalam sel yang seharusnya bisa membuat dia
bertanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan dan menjalani kehidupan di
dalam tahanan. Tetapi yang ada dia justru hidup mewah serba ketercukupan bahkan
dalam masa tahanan bisa bertemu tamu di tempat umum, mewah, dan juga makan di
situ. Selain itu masa tahanannya juga tidak sebanding dengan apa yang telah
mereka lakukan. Misalnya saja hanya ditahan 2,5 tahun tetapi baru delapan bulan
sudah keluar dengan alasan ini itu.
Dalam kalimat diatas Soerjono Soekanto menyoroti dalam sudut
pandang sosiologi hukum yaitu dengan adanya tatanana kaidah sosial. Tatanan
kaidah sosial dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kaidah sosial dengan
aspek kehidupan pribadi dan kaidah sosial dengan aspek kehidupan antar pribadi.
Kaidah sosial dengan aspek kehidupan pribadi meliputi kaidah agama dan kaidah
kesusilaan, karena kaidah ini ditunjukan kepada manusia sebagai individu,
sedangkan kaidah sosial dengan aspek kehidupan antar pribadi adalah kaidah
sopan santun atau tata karma yang meliputi antara lain sopan santun dalam
pergaulan, berbusana, kaidah hukum, dan sebagainya, karena kaidah-kaidah ini
ditujukan bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat dalam kaitannya manusia
sebagai makhluk sosial.
Korupsi
di anggap sebagai perilaku yang wajar oleh pejabat Negara karena dengan
melakukan tindakan tersebut koruptor bisamen dapatkan uang banyak yang nantinya
akan digunakan untuk memperkaya dirinya. Kaidah sosial yang ada dalam
masyarakat berkaitan dengan korupsi bahwa tindakan tersebut akan menyebabkan
kerugian bagi masyarakat bawah. Banyak sekali dari mereka yang sengsara
karenaukah koruptor yang tidak bertanggungjawab dan cenderung melanggar hukum.
Dari
faktor lain menurut pandangan sosiologi dari Soerjono Soekanto yitu sarana dan
fasilitas. Sarana yang ada di Indonesia sekarang
ini memang diakui masing cukup tertinggal jika dibandingkan dengan
negara-negara maju yang memiliki sarana lengkap dan teknologi canggih di dalam
membantu menegakkan hukum. Menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah
pernah mengemukakan bahwa bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik, apabila
tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional.
Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan
mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang
aktual.
3.
Kesimpulan
Faktor-faktor yang dikemukakan Soerjono Soekanto, tidak ada
faktor mana yang sangat dominan berpengaruh, semua faktor tersebut harus saling
mendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Lebih baik lagi jika ada
sistematika dari kelima faktor ini, sehingga hukum dinilai dapat efektif.
Apalagi dalam pemberantasan korupsi yang bisa dibilang sudah mengakar dan sulit
untuk diberantas. Ketika korupsi dilakukan sekali, maka si pelakupun akan
ketagihan untuk melakukannya lagi. Karena keuntungan yang diperoleh akan
membuatnya tidak kapok untuk melakukannya lagi dengan tahap yang lebih jauh.
Efektivitas hukum yang seharusnya memberikan sebuah penegakan
hukum yang nyata dalam masyarakat untuk memberantas korupsi justru telah
disalahgunakan oleh oknum tertentu. Bahkan lebih membela pejabat yang
jelas-jelas mengambil uang rakyat. Kaidah sosial menunjukkan bahwa korupsi
melanggar hukum dan akan di anggap masyarakat sebagai kejahatan yang sulit
dihilangkan.
Penyakit korupsi yang diderita Indonesia telah sedemikian
parah. Korupsi menggurita di
seluruh sendi kehidupan masyarakat. Berbagai upaya pemberantasan korupsi sudah
dilakukan baik tindakan korupsi yang ada pada zaman Romawi maupun di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto,
Soerjono.1989. Mengenal Sosiologi
Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
http:// Dian Khoreanita.blogspot.com/sosiologi-hukum-soerjono-soekanto.html
yang diakses pada tanggal 02-06-2014 pukul 16.15
lagunya sangat menganggu, lebih baik tanpa lagu.
BalasHapuslama gak cek, Baik terimakasih atas sarannya ya :)
Hapus