salam

Selasa, 18 November 2014

Aspek Budaya dalam Tindakan Ekonomi (Tokoh DiMaggio)



Budaya dalam tindakan ekonomi menurut Swidler merupakan sumber dari strategi atau cara dan budaya sebagai sumber nilai atau tujuan. Menurut Paul DiMaggio yaitu bentuk budaya yang bersifat konstitutuf berupa kategori-kategori, skrip atau naskah, konsepsi tentang agen, gagasan tentang teknik, dan bentuk-bentuk kebudayaan yang bersifat regulatif berupa norma dan nilai.
Antropolog melihat bahwa budaya memberikan kategori-kategori yang memampukan kita untuk turut serta dalam tindakan ekonomi. Ekonom memperlakukan perilaku ekonomi berbeda dari budaya, terutama memandangnya hanya sebagai norma-norma dan konvensi-konvensi sehingga budaya dianggap sebagai sesuatu yang menghambat pencapaian kepentingan pribadi. Sedangkan posisi sosiolog berada ditengah yaitu aspek-aspek budaya tidak hanya memampukan kita untuk turut serta dalam tindakan ekonomi tetapi juga dapat menghambat.
Menurut DiMaggio ada dua kondisi tentang pengaruh budaya terhadap fenomena ekonomi yang pertama, seseorang harus menunjukkan bahwa individu atau actor-aktor kolektif dengan budaya tertentu yang diembannya berperilaku beda dengan actor-aktor lainnya yang tidak mengemban budaya yang sama. Budaya dapat mempengaruhi perilaku ekonomi dengan pengaruh bagaimana actor mendefiniskan kepentingan mereka (merupakan aspek konstitutif), dengan hambatan pada usaha mereka terhadap kepentingan mereka sendiri (aspek regulative). Kedua, seseorang harus memperlihatkan bahwa perbedaan-perbedaan yang dibuat lebih daripada pengaruh struktural atau material. 

·         BIOGRAFI SINGKAT PAUL DIMAGGIO
DiMaggio lulus dari Swarthmore College dan mendapatkan gelar Ph.D. dalam bidang Sosiologi dari universitas Harvard pada tahun 1979. Dia adalah Direktur Eksekutif program Yale dari suatu organisasi nirlaba (1982-87), dan pada tahun 1991 ia menjadi seorang profesor di Departemen sosiologi di Universitas tersebut. Beliau adalah penerima beasiswa di pusat studi lanjutan dalam ilmu-ilmu perilaku (1984-85) dan Yayasan John Simon Guggenheim Memoria (1990). Ia juga menjabat pada Komisi Connecticut pada bidang seni dan lembaga Negara Dewan Majelis Nasional dalam bidang seni.



·         BUDAYA DALAM PRODUKSI
Budaya dalam produksi dibagi kedalam 3 level, yaitu:
1.      BUDAYA ORGANISASI
Menurut DiMaggio ada 4 pendekatan, yaitu:
a.       Pendekatan kognitif
Menekankan pada peranan kebiasaan, rutin, dan standar prosedur pelaksanaan dalam kehidupan organisasi. Budaya organisasi memudahkan pengambilan kebijaksanaan organisasi dan pemecahan masalah yang ada. Pendekatan ini menganggap aspek penting belajar karena dapat mengembangkan aspek kognitif dari pekerja.
b.      Pendekatan simbolisme ekspresif dan norma-norma organisasi
Memfokuskan perhatian pada asepk-aspek simbol dan norma yang terdapat dalam suatu perusahaan sehingga memotivasi pekerja untuk melakukan aktivitasnya.
c.       Pendekatan produksi dan manajemen
Memandang bahwa terdapat perbedaan antara orang-orang yang terlibat dalam produksi dan mereka yang terlibat dalam manajemen. Pendekatan ini juga melihat bagaiman perbedaan perilaku yang dihasilkan oleh budaya yang muncul dari tempat bekerja.
d.      Pendekatan legitimasi dan keefektifan
Melihat bahwa bagaimana legitimasi dan keefektifan legitimasi berhubungan dengan lingkungannya.

2.      BUDAYA KELAS SOSIAL
Menurut DiMaggio penelitian budaya kelas sosial dalam dilakukan dalam 3 bidang penelitian:
a.       Penelitian tentang kelas bawah
Dapat dilakukan padamasalah bagaimana peranan sosialisasi dan ikatan budaya dalam mempertahankan solidaritas, mengijinkan tindakan ekonomi atau politik tertentu. Penelitian James Scott (1976) tentang moral ekonomi petani dan penelitian Hans-Dieter Evers, ect.all (1994) tentang moral ekonomi pedagang termasuk dalm cakupan penelitian budang ini.
b.      Penelitian tentang professional dan manajer
Melihat bagaimana budaya (nilai-nilai, norma-norma, naskah, dan strategi) yang dimiliki anggota kelas ini memberikan kemampuan kepada mereka untuk melakukan mobilitas (pekerjaan dan sosial).
c.       Peneltian tentang kelas pekerja
Melihat bagaimana bahasa, rasa, definisi tentang kehormatan, norma hukum, dan item budaya lainnya mempengaruhi perilaku seperti motivasi kerja, waktu luang, dan seterusnya.

3.      BUDAYA ANTAR BANGSA
Budaya antar bangsa melihat bagaimana perbedaan budaya antar bangsa yang menyebabkan perbedaan perilaku ekonomi. Penelitian tentang budaya Jepang dan Amerika memperlihatkan perbedaan budaya kerja seperti:
Aspek
Amerika
Jepang
Pekerja
1.      Lebih sedikit jam kerja
2.      Lebih banyak absen
3.      Banyak alih pekerjaan
4.      Banyak protes
1.      Lebih banyak jam kerja
2.      Lebih banyak masuk
3.      Lebih sedikit alih pekerjaan
4.      Lebih sedikit melakukan protes
Manajer
Lebih rendah skornya pada orientasi kolektif dan lebih tinggi pada individualisme.
Lebih tinggi skornya pada orientasi kolektif dan lebih rendah pada individualisme

·         BUDAYA DAN PERTUKARAN
Pertukaran merupakan akrivitas ekonomi yang diterapkan pada ekonomi pasar. Menurut DiMaggio ada 3 peranan budaya dalam masyarakat pasar yang pertama budaya membentuk actor rasional, merupakan “atom” dari ekonomi pasar. Kedua; ide, teknologi kognitif, dan institusi-institusi yang berkaitan menciptaan kerangka kerja bagi ekonomi pasar. Ketiga; orang menggunakan budaya untuk menginterpretasikan dan menyesuaikan diri terhadap hubungan-hubungan dan institusi pasar.
Argumen pertama, berkaitan dari budaya sebagai konstitutif dar aktor-aktor pasar. Menekankan perlunya nilai-nilai tertentu untuk dapat bergerak leluasa dalam ekonomi pasar. Argumen kedua, berkaitan dengan budaya sebagai konstitutif dari masyarakat pasar. Pada tingkatan kolektif masyarakat pasar memerlukan seperangkat cadangan-cadangan, strategi-strategi dan institusi yang berbeda dengan masyarakat lain. Argument ketiga, berkaitan dengan budaya sebagai sarana penanaman bentuk-bentuk kapitalisme melalui makna. Budaya berperan dalam menolong orang untuk beradaptasi terhadap masyarakat pasar di Amerika dan di Inggris.

·         PASAR LOAK SEBAGAI KONSTRUKSI BUDAYA
Pasar loak yang berkembang di Eropa Barat terutama Jerman tidak hanya dipandang sebagai tempat jual beli barang beks semata tetapi lebih daripada itu, pasar loak dapat dipandang sebagai konstruksi budaya. Menurut DiMaggio, pasar loak Jerman dikonstruksi sebagai budaya yang mencakup konsep-konsep, naskah-naskah dan strategi-strategi budaya Jerman, seperti perspektif tentang waktu luang, romantsime Jerman, gerakan hijau, dan moral ekonomi. Pasar loak Jerman dilakukan di lapangan terbuaka, barang yang diperjual belikan beraneka ragam, dari bahan bekas, barang-barang antic sampai barang baru yang relative murah seperti telepon, alat tulis, perkakas kerja, dan sebagainya. barang-barang baru tersebut kebanyakan berasal dari luar Jerman misalkan Turki dan Negara-negara Eropa Timur seperti Polandia dan Rusia.
Pengunjung yang datang baik penjual atau pembeli tidak hanya naik bus, atau mengendarai sepeda, tetapi juga banyak yang menggunakan mobil. Barang bekas itu sendiri justru sering ditemukan barang yang dijual dalam keadaan masih baru belum dilepas merk dagangan atau lebel harganya, tetapi karena terlanjur sudah dibeli atau karna hal yang lain maka barang tersebut jatuh ke pasar loak. Jika dibuat perbandingan maka barang bekas yang dianggap terjelek dipasar loak Jerman akan menjadi terbaik dipasar loak kita.
a.       Pandangan tentang waktu luang
Bagi Kelly (1982) waktu luang merupakan aktivitas-aktivitas, teman-teman, dan sarana-saranayang berkaitan dengan kegiatan yang dipilih secara bebas untuk mencapai kepuasan pribadi. Waktu luang dihubungkan dengan pemakaian waktu, bukan waktu itu sendiri. Dengan demikian dapat dibedakan oleh makna suatu aktivitas, bukan bentuk aktivitas itu sendiri. Dengan cara berpikir seperti itu maka pergi kepasar loak untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk mendapatkan suasana baru, untuk bersenang-senang, untuk berbelanja sambil ngeceng, dapat dipandang sebagai kegiatan waktu luang dilakukan atau dipilih demi kegiatan itu sendiri.
b.      Romantisme Jerman
Ada 2 proporsi yang berhubungan dengan romantisme: yang pertama, kita hidup dalam dunia yang kita ciptakan sendiri. Yang kedua, kreativitas merupakan suatu yang tehindar dan beraneka ragam tanpa batas. Padaintinya romantisme merupakan usaha untuk menyeimbangkan antara akal dengan perasaan, antara perkembangan pribadi dengan tindakan sosial, dan antara perkembangan melalui eksplorasi dari dalam. Oleh sebab itu para romantic menginginkan bagi mereka sendiri dan bagi masyarakatnya akan kebebasan, kepercayaan diri, perbedaan, dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Romantisme menolak pandangan statis tentang dunia dan sifat kemanusiaan. Menurut romantisme kehidupan merupakan sesuatu yang bermakna dan baik. Oleh karena itu kita dapat membuat kehidupan kita menjadi bermakna dan baik melalui kreativitas kita. Untuk mencegah kerusakan lingkungan sehingga tercipta kehidupan baik masyarakat Jerman menemukan Gerakan Hijau dalam menciptakan psar loak.
c.       Gerakan hijau
Gerakan muncul di Negara-negara maju sekitar tahun 1970-an. Arus hijau melemah ketika terjadi embarso minyak oleh Negara-negara Arab pada tahun 1974 yang menyebabkan krisis keuangan di Negara-negara barat. Di Jerman kuatnya arus hijau ditandai dengan didudukinya pusat tenaga nuklir di Wyhl oleh anggota kelompok oleh gerakan hijau tahun 1975. Disamping itu juga dilakukan beberapa aktivitas yang bertujuan untuk penyelamatan lingkungan. Untuk mencapai tujuan mereka, gerakan hijau Jerman mendirikan partai politik hija pada 12-13 Januari 1980 di Karlsruhe. Partai tersebut cukup berpengaruh terhadap partai politik lokal dan nasional. Tujuan dari gerakan hijau yaitu menyelamatkan lingkungan guna mencapai kehidupan yang lebih baik dimasa sekarang dan masa akan datang. Pembuatan pasar loak merupakan pengejewantahan dari ide gerakan hiaju, karena melalui aktivitas ini seseorang dapat menjual atau membeli barang bekas sehingga memperpanjang penggunaan barang tersebut.  Aktivitas tersebut merupakan jalan keluar dari masalah yang berhubungan dengan barang bekas misalnya masalah pembuangan sampah.
d.      Dilema pedagang
Moral ekonomi berhubungan dengan dilema pedagang. Evers (1994) memberikan pandangan menarik tentang dilema pedagang dalam masyarakat pasar yang sedang berkembang. Dilema yang dihadapi pedagang timbul dari kewajiban moral mereka untuk menikmati secara bersama keuntungan bersama teman-teman dan para kerabat. Terdapat 5 solusi yang dapat dipilih untuk menghindari dilema:
1.      Imigrasi pedagang minoritas
2.      Pembentukan kelompok-kelompok etnis atau religious
3.      Akumulasi status kehormatan (modal budaya)
4.      Munculnya perdangan kecil dengan ciri “ada uang ada barang”
5.      Depersonalisasi (ketidakketerlekatan) hubungan-hubungan ekonomi

·         KESIMPULAN
Aspek budaya dalam tindakan ekonomi merupakan hambatan untuk mencapai apa-apa yang sebenarnya menjadi tujuan ekonomi yakni antara lain adalah kesejahteraan, kemapanan. Akan tetapi jika dilihat dari segi positifnya, akan terlihat berbeda, justru sebaliknya pengaruh budaya-budaya seperti tersebut di atas, akan lebih mendapatkan peran penting dalam tindakan ekonomi. Misalnya suatu produktor memproduksi baik barang maupun jasa disesuaikan pada budaya-budaya atau kebiasaan yang melekat pada masyarakat.  


DAFTAR PUSATAKA
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers.
http://en.wikipedia.org/wiki/Paul_DiMaggio, diakses pada tanggal 19 Mei 2014 pukul 21.32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar