salam

Minggu, 21 September 2014

RITUAL PROTES GAYA JAWA-YOGYA: SEBUAH ANALISIS ANTROPOLOGI-STRUKTURAL


Tugas Review Jurnal

Ritual protes yang dilakukan mahasiswa UGM terjadi di kampus UGM dan Keraton Yogya yang merupakan setting sosial  yang berlangsung pada 20 Mei 1998. Ritual protes yang dimaksud adalah aksi masa atau demonstrasi, dimana ritual protes tersebut menuntut pelaksanaan reformasi dan reformasi saat itu adalah identik dengan penggantian presiden Soeharto. Mahasiswa merupakan suatu identitas kelompok sosial. KR tanggal 2 Mei 1998 ritual protes di UGM resmi namanya “PERETEMUAN AKBAR HARI KEBANGKITA NASIONAL” di Auditorium Graha Sabha Pramana UGM. Rektor saat itu dipimpin oleh Prof.Ichlasul Amal. Beliau tidak gila jabatan setelah Soeharto turun, kenyataannyapun demikian. Begitupun mahasiswa, karena mereka merupakan pelopor ideologi pembebasan, kebodohan maupun kemiskinan. Tidak seperti Soeharto yang memimpin Negara dengan beberapa kali jabatan yang menunjukkan anarkis, punya pamrih sehingga tidak didukung rakyat. Terdapat relasi antara Mahasiswa-Soeharto disebut relasi oposisi, Rektor-Soeharto merupakan oposisi, dan mahasiswa-rektor merupakan aliansi atau sinergi dimana bisa dikatakan sinergi yang menunjukkan “amar ma’ruf nahi munkar”.
Ritual protes di Kraton Jogja bernama “AKSI KEPRIHATINAN MASYARAKAT YOGYAKARTA (AKMY) yang dilakukan oleh mahasiswa perguruan tinggi di Yogya (Gerakan Rakyat Yogya yang berlangsung secara damai. Terdapat relasi antara rakyat, Sultan Hamengku Buwono X, dan Soeharto. Soeharto-HB X merupakan relasi oposisi, Soeharto-rakyat merupakan relasi oposisi. Dan HB X-rakyat merupakan relasi aliansi atau sinergi. Sinergi rakyat terhadap raja= ritual pepeà ingin bertemu rajaà perhatian raja atau rakyat terhadap raja= ritual mbalelaà rakyat marahà tidak mau bertemu raja.

Ritual protes yang terjadi di kampus UGM maupun Kraton Yogyakarta bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional. Inilah yang menjadikan unik dan membuat gempar para lapisan bawah maupun atas yaitu pemimpin. Dengan demikian menengok strukturalisme Levi-Strauss bahwa struktur difokuskan pada kenyataan yang terdapat dibalik kenyataan itu sendiri tapi bisa dimafestasikan. Maka dapat dipaparkan bahwa relasi ritual protes di Kraton Yogyakarta adalah rakyat Yogyakarta-Sultan Hamengku Buwono-Presiden Soeharto. Dengan relasi melalui ritual protes tersebut maka adanya stuktur kosmologi kebudayaan Jawa. Jadi, kepemimpinan Soeharto yang dirasa kurang memberikan pengaruh bahkan dinilai anarkis dan diktator terhadap masyarakat, khususnya Yogyakarta maka ritual protes tersebut dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta dan mahasiswa UGM. Relasi yang terjalin antara pemimpin dan bawahan bisa bersifat sinergi maupun oposisi. Penulis menggunakan konsep structural Levi Strauss dan menyajikan kenyataan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar