Budaya dalam tindakan ekonomi menurut Swidler merupakan
sumber dari strategi atau cara dan budaya sebagai sumber nilai atau tujuan.
Menurut Paul DiMaggio yaitu bentuk budaya yang bersifat konstitutuf berupa
kategori-kategori, skrip atau naskah, konsepsi tentang agen, gagasan tentang
teknik, dan bentuk-bentuk kebudayaan yang bersifat regulatif berupa norma dan
nilai.
Antropolog melihat bahwa budaya memberikan kategori-kategori
yang memampukan kita untuk turut serta dalam tindakan ekonomi. Ekonom
memperlakukan perilaku ekonomi berbeda dari budaya, terutama memandangnya hanya
sebagai norma-norma dan konvensi-konvensi sehingga budaya dianggap sebagai
sesuatu yang menghambat pencapaian kepentingan pribadi. Sedangkan posisi
sosiolog berada ditengah yaitu aspek-aspek budaya tidak hanya memampukan kita
untuk turut serta dalam tindakan ekonomi tetapi juga dapat menghambat.
Menurut DiMaggio ada dua kondisi tentang pengaruh budaya
terhadap fenomena ekonomi yang pertama,
seseorang harus menunjukkan bahwa individu atau actor-aktor kolektif dengan
budaya tertentu yang diembannya berperilaku beda dengan actor-aktor lainnya
yang tidak mengemban budaya yang sama. Budaya dapat mempengaruhi perilaku
ekonomi dengan pengaruh bagaimana actor mendefiniskan kepentingan mereka
(merupakan aspek konstitutif), dengan hambatan pada usaha mereka terhadap
kepentingan mereka sendiri (aspek regulative). Kedua, seseorang harus memperlihatkan bahwa perbedaan-perbedaan
yang dibuat lebih daripada pengaruh struktural atau material.
·
BIOGRAFI
SINGKAT PAUL DIMAGGIO
DiMaggio lulus
dari Swarthmore College dan mendapatkan gelar
Ph.D. dalam bidang Sosiologi dari universitas Harvard
pada tahun 1979. Dia adalah Direktur Eksekutif program Yale dari suatu organisasi
nirlaba (1982-87), dan pada tahun 1991 ia menjadi seorang
profesor di Departemen sosiologi di Universitas tersebut.
Beliau adalah penerima beasiswa di pusat studi lanjutan
dalam ilmu-ilmu perilaku (1984-85) dan Yayasan John Simon Guggenheim
Memoria (1990). Ia juga menjabat pada Komisi Connecticut pada bidang seni
dan lembaga Negara Dewan Majelis Nasional dalam bidang seni.
·
BUDAYA
DALAM PRODUKSI
Budaya
dalam produksi dibagi kedalam 3 level, yaitu:
1.
BUDAYA
ORGANISASI
Menurut DiMaggio
ada 4 pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan
kognitif
Menekankan pada
peranan kebiasaan, rutin, dan standar prosedur pelaksanaan dalam kehidupan
organisasi. Budaya organisasi memudahkan pengambilan kebijaksanaan organisasi
dan pemecahan masalah yang ada. Pendekatan ini menganggap aspek penting belajar
karena dapat mengembangkan aspek kognitif dari pekerja.
b. Pendekatan
simbolisme ekspresif dan norma-norma organisasi
Memfokuskan
perhatian pada asepk-aspek simbol dan norma yang terdapat dalam suatu
perusahaan sehingga memotivasi pekerja untuk melakukan aktivitasnya.
c. Pendekatan
produksi dan manajemen
Memandang bahwa
terdapat perbedaan antara orang-orang yang terlibat dalam produksi dan mereka
yang terlibat dalam manajemen. Pendekatan ini juga melihat bagaiman perbedaan
perilaku yang dihasilkan oleh budaya yang muncul dari tempat bekerja.
d. Pendekatan
legitimasi dan keefektifan
Melihat bahwa
bagaimana legitimasi dan keefektifan legitimasi berhubungan dengan lingkungannya.
2.
BUDAYA
KELAS SOSIAL
Menurut
DiMaggio penelitian budaya kelas sosial dalam dilakukan dalam 3 bidang
penelitian:
a. Penelitian
tentang kelas bawah
Dapat dilakukan
padamasalah bagaimana peranan sosialisasi dan ikatan budaya dalam
mempertahankan solidaritas, mengijinkan tindakan ekonomi atau politik tertentu.
Penelitian James Scott (1976) tentang moral ekonomi petani dan penelitian
Hans-Dieter Evers, ect.all (1994) tentang moral ekonomi pedagang termasuk dalm
cakupan penelitian budang ini.
b. Penelitian
tentang professional dan manajer
Melihat
bagaimana budaya (nilai-nilai, norma-norma, naskah, dan strategi) yang dimiliki
anggota kelas ini memberikan kemampuan kepada mereka untuk melakukan mobilitas
(pekerjaan dan sosial).
c. Peneltian
tentang kelas pekerja
Melihat
bagaimana bahasa, rasa, definisi tentang kehormatan, norma hukum, dan item
budaya lainnya mempengaruhi perilaku seperti motivasi kerja, waktu luang, dan
seterusnya.
3.
BUDAYA
ANTAR BANGSA
Budaya
antar bangsa melihat bagaimana perbedaan budaya antar bangsa yang menyebabkan
perbedaan perilaku ekonomi. Penelitian tentang budaya Jepang dan Amerika
memperlihatkan perbedaan budaya kerja seperti:
Aspek
|
Amerika
|
Jepang
|
Pekerja
|
1.
Lebih sedikit jam
kerja
2.
Lebih banyak absen
3.
Banyak alih pekerjaan
4.
Banyak protes
|
1.
Lebih banyak jam
kerja
2.
Lebih banyak masuk
3.
Lebih sedikit alih
pekerjaan
4.
Lebih sedikit
melakukan protes
|
Manajer
|
Lebih rendah skornya
pada orientasi kolektif dan lebih tinggi pada individualisme.
|
Lebih tinggi
skornya pada orientasi kolektif dan lebih rendah pada individualisme
|
·
BUDAYA
DAN PERTUKARAN
Pertukaran merupakan akrivitas ekonomi
yang diterapkan pada ekonomi pasar. Menurut DiMaggio ada 3 peranan budaya dalam
masyarakat pasar yang pertama budaya membentuk actor rasional, merupakan “atom”
dari ekonomi pasar. Kedua; ide, teknologi kognitif, dan institusi-institusi
yang berkaitan menciptaan kerangka kerja bagi ekonomi pasar. Ketiga; orang
menggunakan budaya untuk menginterpretasikan dan menyesuaikan diri terhadap
hubungan-hubungan dan institusi pasar.
Argumen pertama, berkaitan dari budaya sebagai konstitutif dar aktor-aktor
pasar. Menekankan perlunya nilai-nilai tertentu untuk dapat bergerak leluasa
dalam ekonomi pasar. Argumen kedua,
berkaitan dengan budaya sebagai konstitutif dari masyarakat pasar. Pada
tingkatan kolektif masyarakat pasar memerlukan seperangkat cadangan-cadangan,
strategi-strategi dan institusi yang berbeda dengan masyarakat lain. Argument ketiga, berkaitan dengan budaya sebagai
sarana penanaman bentuk-bentuk kapitalisme melalui makna. Budaya berperan dalam
menolong orang untuk beradaptasi terhadap masyarakat pasar di Amerika dan di
Inggris.
·
PASAR
LOAK SEBAGAI KONSTRUKSI BUDAYA
Pasar loak yang berkembang di Eropa
Barat terutama Jerman tidak hanya dipandang sebagai tempat jual beli barang
beks semata tetapi lebih daripada itu, pasar loak dapat dipandang sebagai
konstruksi budaya. Menurut DiMaggio, pasar loak Jerman dikonstruksi sebagai
budaya yang mencakup konsep-konsep, naskah-naskah dan strategi-strategi budaya
Jerman, seperti perspektif tentang waktu luang, romantsime Jerman, gerakan
hijau, dan moral ekonomi. Pasar loak Jerman dilakukan di lapangan terbuaka,
barang yang diperjual belikan beraneka ragam, dari bahan bekas, barang-barang
antic sampai barang baru yang relative murah seperti telepon, alat tulis,
perkakas kerja, dan sebagainya. barang-barang baru tersebut kebanyakan berasal
dari luar Jerman misalkan Turki dan Negara-negara Eropa Timur seperti Polandia
dan Rusia.
Pengunjung yang datang baik penjual atau
pembeli tidak hanya naik bus, atau mengendarai sepeda, tetapi juga banyak yang
menggunakan mobil. Barang bekas itu sendiri justru sering ditemukan barang yang
dijual dalam keadaan masih baru belum dilepas merk dagangan atau lebel
harganya, tetapi karena terlanjur sudah dibeli atau karna hal yang lain maka
barang tersebut jatuh ke pasar loak. Jika dibuat perbandingan maka barang bekas
yang dianggap terjelek dipasar loak Jerman akan menjadi terbaik dipasar loak
kita.
a. Pandangan
tentang waktu luang
Bagi Kelly
(1982) waktu luang merupakan aktivitas-aktivitas, teman-teman, dan
sarana-saranayang berkaitan dengan kegiatan yang dipilih secara bebas untuk
mencapai kepuasan pribadi. Waktu luang dihubungkan dengan pemakaian waktu,
bukan waktu itu sendiri. Dengan demikian dapat dibedakan oleh makna suatu
aktivitas, bukan bentuk aktivitas itu sendiri. Dengan cara berpikir seperti itu
maka pergi kepasar loak untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk
mendapatkan suasana baru, untuk bersenang-senang, untuk berbelanja sambil
ngeceng, dapat dipandang sebagai kegiatan waktu luang dilakukan atau dipilih
demi kegiatan itu sendiri.
b. Romantisme
Jerman
Ada 2 proporsi yang
berhubungan dengan romantisme: yang pertama, kita hidup dalam dunia yang kita
ciptakan sendiri. Yang kedua, kreativitas merupakan suatu yang tehindar dan beraneka
ragam tanpa batas. Padaintinya romantisme merupakan usaha untuk menyeimbangkan
antara akal dengan perasaan, antara perkembangan pribadi dengan tindakan
sosial, dan antara perkembangan melalui eksplorasi dari dalam. Oleh sebab itu
para romantic menginginkan bagi mereka sendiri dan bagi masyarakatnya akan
kebebasan, kepercayaan diri, perbedaan, dan kesempatan untuk mengembangkan
diri. Romantisme menolak pandangan statis tentang dunia dan sifat kemanusiaan.
Menurut romantisme kehidupan merupakan sesuatu yang bermakna dan baik. Oleh
karena itu kita dapat membuat kehidupan kita menjadi bermakna dan baik melalui
kreativitas kita. Untuk mencegah kerusakan lingkungan sehingga tercipta
kehidupan baik masyarakat Jerman menemukan Gerakan Hijau dalam menciptakan psar
loak.
c. Gerakan
hijau
Gerakan muncul
di Negara-negara maju sekitar tahun 1970-an. Arus hijau melemah ketika terjadi
embarso minyak oleh Negara-negara Arab pada tahun 1974 yang menyebabkan krisis
keuangan di Negara-negara barat. Di Jerman kuatnya arus hijau ditandai dengan
didudukinya pusat tenaga nuklir di Wyhl oleh anggota kelompok oleh gerakan
hijau tahun 1975. Disamping itu juga dilakukan beberapa aktivitas yang
bertujuan untuk penyelamatan lingkungan. Untuk mencapai tujuan mereka, gerakan
hijau Jerman mendirikan partai politik hija pada 12-13 Januari 1980 di
Karlsruhe. Partai tersebut cukup berpengaruh terhadap partai politik lokal dan
nasional. Tujuan dari gerakan hijau yaitu menyelamatkan lingkungan guna
mencapai kehidupan yang lebih baik dimasa sekarang dan masa akan datang.
Pembuatan pasar loak merupakan pengejewantahan dari ide gerakan hiaju, karena
melalui aktivitas ini seseorang dapat menjual atau membeli barang bekas
sehingga memperpanjang penggunaan barang tersebut. Aktivitas tersebut merupakan jalan keluar
dari masalah yang berhubungan dengan barang bekas misalnya masalah pembuangan
sampah.
d. Dilema
pedagang
Moral ekonomi
berhubungan dengan dilema pedagang. Evers (1994) memberikan pandangan menarik
tentang dilema pedagang dalam masyarakat pasar yang sedang berkembang. Dilema
yang dihadapi pedagang timbul dari kewajiban moral mereka untuk menikmati
secara bersama keuntungan bersama teman-teman dan para kerabat. Terdapat 5
solusi yang dapat dipilih untuk menghindari dilema:
1. Imigrasi
pedagang minoritas
2. Pembentukan
kelompok-kelompok etnis atau religious
3. Akumulasi
status kehormatan (modal budaya)
4. Munculnya
perdangan kecil dengan ciri “ada uang ada barang”
5. Depersonalisasi
(ketidakketerlekatan) hubungan-hubungan ekonomi
·
KESIMPULAN
Aspek budaya dalam tindakan ekonomi merupakan
hambatan untuk mencapai apa-apa yang sebenarnya menjadi tujuan ekonomi yakni
antara lain adalah kesejahteraan, kemapanan. Akan tetapi jika dilihat dari segi
positifnya, akan terlihat berbeda, justru sebaliknya pengaruh budaya-budaya
seperti tersebut di atas, akan lebih mendapatkan peran penting dalam tindakan
ekonomi. Misalnya suatu produktor memproduksi baik barang maupun jasa
disesuaikan pada budaya-budaya atau kebiasaan yang melekat pada
masyarakat.
DAFTAR PUSATAKA
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Rajawali
Pers.
http://en.wikipedia.org/wiki/Paul_DiMaggio,
diakses pada tanggal 19 Mei 2014 pukul 21.32
http://haningdwipratiwi.blogspot.com/2011/12/ilman-hakim-3501407071-rombel-01-media.html
, pada tanggal 19 Mei 2014 pukul 21.34